Minggu, 20 Oktober 2024
Jumat, 18 Oktober 2024
Kunjungan Industri di PT PLN IP USB Suralaya
SMKS INFORMATIKA SUKMA MANDIRI CILEGON
KUNJUNGAN INDUSTRI
di PT. PLN INDONESIA POWER UBP SURALAYA
Rabu, 28 Agustus 2024
MoU Perusahaan
SMKS INFORMATIKA SUKMA MANDIRI
MoU
PERUSAHAAN
PT. Krakatau Information Technology
PT. Krakatau Sarana Infrastruktur
PT. Krakatau Sarana Properti
PT. Buana Centra Swakarsa
Bank Indonesia
PT. Krakatau Semen Indonesia
Rabu, 21 Agustus 2024
HUT RI ke-79
SMK INFORMATIKA SUKMA MANDIRI
PERINGATAN HARI KEMERDEKAAN RI ke-79
Minggu, 09 Juni 2024
COCO DAN BOBY
Karya Lisniawati
Sejatinya
persahabatan hanya terjadi pada manusia. Namun, kali ini ada sepasang binatang
yang bersahabat. Kedua binatang itu kucing dan anjing. Mereka tinggal di sebuah
rumah di pinggiran kota. Sebut saja mereka Coco dan Boby. Mereka sudah tinggal
bersama selama enam tahun.
Seperti
biasa, Coco dan Boby menjelajahi lingkungan sekitar. Melewati sebuah taman dan
melihat seorang anak kecil sedang menangis. Coco merasa kasihan melihat anak
kecil itu.
"Hai,
anak manis. Kamu kenapa?" tanya Coco kepada anak itu.
Seketika
anak itu terdiam melihat keberadaan Coco dan Boby. "Aku lagi sedih, Cing.
Anjing kesayanganku hilang seminggu yang lalu. Aku enggak tahu dia di
mana."
Anak
kecil itu kembali meneteskan air mata, dan dibalas dengan raut muka yang sedih
dari Coco dan Boby.
"Di
mana kamu ajak anjing itu main terakhir kalinya?" tanya Coco.
"Seingat
aku di taman ini. Waktu itu aku tinggal sebentar untuk beli ice cream di
depan." Anak itu mulai meraba-raba kejadian sebelumnya.
Coco
pun menenangkan anak itu. "Tenang, kami akan bantu kamu."
"Boby,
ayo kita bantu anak ini mencari anjingnya," ajak Coco.
"Ayo,
Co, kita cari anjingnya," jawab Boby.
***
Titik
awal untuk mereka mencari anjing itu adalah taman. Benar, terlebih dahulu
mereka akan menyusuri taman, tempat mereka berada saat ini. Sekalipun mereka
tidak melihat keberadaan anjing itu. Akhirnya, mereka beralih menyusuri
lingkungan. Mereka berpencar ke berbagai arah. Coco dan anak kecil itu ke arah
utara dan timur, sedangkan Boby ke arah selatan dan barat.
"Ke mana anjing itu pergi? Aku sudah
lelah," ucap anak itu.
"Nanti
kita cari lagi, Anak manis. Kamu jangan sedih," ucap Boby.
"Lebih
baik sekarang kita istirahat. Besok kita lanjut cari lagi," ajak Coco
kemudian.
Mereka
pun setuju dan bersedia untuk mengakhiri pencarian pada hari itu. Mereka pulang
ke rumah masing-masing. Sesampainya di rumah, mereka membersihkan diri sebelum
akhirnya beristirahat.
***
Keesokan
harinya mereka bertemu kembali di taman. Masih dengan tujuan yang sama, yakni
mencari anjing itu. Mereka akan mencari anjing di lingkungan rumah anak kecil
itu. Mereka tidak bisa berpencar dalam pencarian kali ini karena Coco dan Boby
tidak mengetahui tempatnya. Coco dan Boby akan berjalan beriringan dengan anak
kecil itu.
"Kita
cari di dekat rumah aku dulu. Gimana?" tanya anak kecil itu.
"Kami
ikut kamu aja," jawab Coco dan Boby.
Mereka
menyusuri jalan demi jalan di lingkungan tersebut. Rumah-rumah warga tidak
luput dari pandangan mereka. Kerap kali mereka berhenti saat mendengar
gonggongan anjing. Barangkali itu anjing anak kecil itu.
"Aku
kira itu anjing punya kamu," kata Boby.
"Gonggongan
anjing aku enggak begitu. Aku ingat sekali," jawab anak itu.
"Yuk,
lanjut lagi!" seru Coco.
Mereka
melanjutkan pencarian anjing itu. Namun, tidak ditemukan keberadaannya.
Pencarian kedua ini sangat melelahkan bagi mereka. Sampai mereka
terengah-engah.
"Sepertinya
anjing itu emang udah enggak ada di sekitar kita. Kita udah cari di taman, di
perumahan, tapi enggak ketemu. Mending ikhlaskan aja," ujar Boby.
Anak
kecil itu hanya menangis mendengar ujaran Boby.
***
Pencarian
ketiga mereka mulai kembali. Mereka akan mencari anjing itu di lingkungan rumah
Coco dan Boby. Menurut Boby, pencarian ketiga ini akan gagal juga seperti
pencarian sebelumnya. Sedangkan, Coco dan anak kecil itu tetap optimis akan
menemukan anjing.
"By,
kamu tetep ikut cari anjing itu, kan?" tanya Coco memastikan.
Boby
menjawab agak ragu. "Aku di rumah aja, ya, istirahat."
Coco
sebagai sahabatnya membujuk Boby agar tetap ikut dalam pencarian meski sering
kali merasa kelelahan. Mereka pun berjalan mengelilingi lingkungan tempat
tinggal Coco dan Boby secara bersama-sama. Sama sekali tidak terdengar
gonggongan anjing di rumah-rumah warga. Mereka mulai heran dengan keberadaan
anjing itu. Sepertinya ada yang tidak beres.
Kemudian,
mereka memutuskan untuk mencari di belakang rumah Coco dan Boby. Di belakang
rumah mereka terdapat hutan kecil yang jarang dijamah oleh warga. Hutan itu sangat
sepi. Warga sekitar pun sering merasa takut bila mendengar kata hutan itu.
Hanya
bermodalkan keberanian mereka memasuki hutan agar tidak lagi penasaran. Di
tengah-tengah hutan, mereka menemukan seekor anjing yang terbaring lemah.
Badannya benar-benar tidak berdaya. Bahkan, untuk sekadar menggonggong.
"Astaga,
ada anjing di hutan ini. Sepertinya anjing ini kelaparan," ucap Coco
kaget.
"Benar,"
jawab Boby dan anak kecil itu.
"Apa
ini anjing punya kamu?" imbuh Boby.
Anak
kecil itu memperhatikan anjing dengan saksama. Warna bulu, ukuran, dan mata itu
dikenali oleh anak kecil itu.
"Itu
anjing aku," ujar anak kecil itu.
"Benarkah?"
tanya Coco dan Boby bersamaan.
Mereka
membawa anjing itu keluar dari hutan. Dibawanya ke rumah Coco dan Boby untuk
diberi makan dan minum. Sedangkan, anak kecil itu mengobati luka di tubuh
anjing.
Setelah
diberi makan dan diobati, anjing itu membuka mata perlahan. Di hadapannya ada
anak kecil, sang majikan. Di sampingnya ada Coco dan Boby, binatang yang sudah
menolongnya.
"Terima
kasih sudah menolongku." Anjing itu masih terengah-engah.
Coco
dan Boby menganggukkan kepala.
"Bolehkan
aku jadi teman kalian?" tanya anjing itu tiba-tiba.
"Dengan
senang hati," jawab Coco dan Boby.
***
Sejak
saat itu mereka selalu menghabiskan waktu bersama. Entah di rumah Coco dan
Boby, taman, atau di rumah anak kecil itu.
SAHABAT KECILKU
Karya Choirunnisa
Namaku
Nisa. Aku mempunyai seorang sahabat bernama Amel. Persahabatan kami sudah
terjalin cukup lama. Tiap hari kami selalu bermain bersama. Seperti anak kecil
pada umumnya, kami selalu menyusuri jalan kampung dari ujung ke ujung,
mengumpulkan dedaunan untuk kami jadikan bahan masak-masakan, hingga masak
sungguhan dengan alat masak mini yang memang dirancang untuk anak-anak seusia
kami.
***
Tiba
waktunya kami melanjutkan pendidikan ke tingkat SMP. Aku melanjutkan ke SMP
terdekat, sedangkan Amel kembali ke Lampung untuk melanjutkan pendidikan.
"Kenapa
kamu balik ke Lampung? Sekolah di sini aja, sih," tanya Nisa.
Amel
tersenyum. "Aku kan ikut orang tua, Nis. Jadi, kemanapun mereka pergi, aku
harus ikut."
"Nanti
kita ketemu lagi, ya," ucap Nisa yang menahan tangis.
"Iyah.
Nanti kita ketemu lagi," jawab Amel sambil tersenyum.
Nisa
mengeluarkan kelingkingnya. "Janji?"
"Janji,"
jawab Amel.
Pertemuan
singkat sebelum Amel kembali ke Lampung ternyata membuatku terpukul. Aku tidak
lagi menemukan teman main sepertinya. Sepi, sangat sepi! Aku tidak menyukai
kesepian ini. Namun, aku harus tetap menjalani hidup meski tanpa kehadiran
Amel. Berulang kali kucoba mencapai teman seperti Amel, tapi tidak kutemukan.
Sejak
saat itu aku lebih suka menyendiri. Sampai pada waktu aku dan kedua orang tuaku
pindah rumah dan domisili. Menempati rumah hasil jerih payah kedua orang tuaku.
Aku sangat tidak nyaman berada di tempat baru. Berada di dekat orang-orang
baru, yang sebelumnya tidak pernah kukenal.
***
Waktu
kelulusan telah tiba. Kami sempat bertemu sebentar. Namun, kami harus berpisah
kembali untuk mengejar mimpi. Aku melanjutkan
pendidikan ke SMK. Sementara Amel, melanjutkan pendidikan di pondok
pesantren.
"Baru
juga ketemu, sekarang harus pisah lagi," ucap Nisa sedih.
"Iya,
Nis. Cepet banget pertemuan kita, ya." Wajah Amel pun terlihat sedih.
"Semoga
nanti kita bisa ketemu lagi ya," jawab Nisa.
"Aamiin."
"Sampai
bertemu lagi, Sahabat," ucap mereka bersamaan.
Kali
ini aku merasakan kehilangan seorang sahabat yang sudah kuanggap seperti
keluarga sendiri. Aku sadar akan hal itu. Lebih baik berpisah, tapi untuk
mewujudkan cita-cita masing-masing. Daripada berpisah, tapi untuk hal lain.
***
Satu
tahun sudah kami tidak berkomunikasi. Suatu hari aku mendapat pesan dari nomor
yang tidak dikenal.
Assalamualaikum Nis,
gimana kabar kamu? Ini aku, Amel.
Aku lagi libur sekolah,
makanya bisa hubungi kamu.
Semoga kamu sehat selalu,
ya.
Aku
masih belum percaya bahwa yang mengirim pesan singkat itu Amel. Ya, sahabatku
yang berada di pondok pesantren. Untuk memastikan hal itu, kubuka pesan secara
utuh. Ternyata benar. Pengirim pesan itu Amel. Aku sangat senang mendengar
kabar darinya.
Waalaikumsalam Mel. Aku
seneng banget dapet kabar dari kamu.
Aku kangen kamu, Mel.
Kabar aku baik. Kalau
kamu, gimana?
Kabar
itu membawa kami untuk saling bertemu. Bahkan, sehari penuh kami bersama. Saat
itu kami pergi ke sebuah tempat untuk sekadar menghabiskan waktu bersama, dan
tanpa ada gangguan dari siapapun.
"Gimana
sekolah kamu, lancar Nis?" tanya Amel.
"Alhamdulillah
baik, Mel. Kalau kamu, gimana nih udah jadi anak pesantren?" Nisa tertawa
kecil.
"Ya,
begitulah mondok. Aku pun kadang kesel banget," cetoteh Amel.
"Emang
kenapa, Mel?" tanya Nisa bingung.
"Pondok
itu banyak peraturan. Mau ngga mau harus dipatuhi," jelas Amel kesal.
"Oh,
iya ya. Yaudah, sekarang kita bahas lain aja ya. Kita kan lagi main bareng,
masa bahas soal pondok, sih." Nisa berusaha menenangkan hati Amel.
Amel
menjawab, "iya. Kita kan lagi quality time, ya."
Obrolan
kecil semacam itu menghabiskan waktu beberapa jam. Waktu sudah membatasi kami
untuk segera pulang sebelum matahari terbenam.
"Nis,
udah sore nih. Kita pulang, yuk!" ajak Amel.
"Yuk!"
jawab Nisa.
Kami
segera beranjak dari tempat duduk untuk menuju tempat parkir. Kali ini, Amel
menggantikan aku mengendarai motor. Meski lelah terasa, tapi kami sangat
bahagia. Sulit bagi kami mendapatkan momen seperti ini. Menghabiskan waktu
bersama.
***
Baru
saja sampai di teras rumah, pondok pesantren sudah menghantui pikiran Amel.
Sebentar lagi kamu harus
kembali ke pondok pesantren, Amel.
Ustad dan ustadzah sudah
menunggu.
Mereka rindu kamu.
"Ah,
sial, bentar lagi harus balik ke pondok," bisik Amel tiba-tiba.
"Kenapa,
Mel?" tanya Nisa.
"Eh,
ga ... pa ... pa, Nis," jawab Amel.
Aku
mengajak Amel untuk masuk ke dalam rumah. Sekadar duduk untuk melepas lelah.
Melihatnya seperti sedang banyak pikiran. Aku, sebagai sahabatnya, tidak
menginginkan hal buruk terjadi padanya.
"Kamu
baik-baik aja?" tanya Nisa.
"Baik,
Nis," jawab Amel.
Aku
memberikan segelas teh hangat kepada Amel agar keadaannya jauh lebih tenang.
Tiba-tiba Amel menangis. Teringat akan kepulangannya ke pondok pesantren. Kami
saling meneteskan air mata. Mendekap satu sama lain dengan pelukan, dan menahan
kerinduan sampai Ramadan tiba kembali.
"See
you next time, Sahabatku," ucap kami bersamaan.
Bionarasi
Choirunnisa,
gadis mungil yang masih duduk di bangku kelas 11, SMK Informarika Sukma Mandiri
Cilegon. Menurutnya, menulis itu sangat sulit. Namun, berkat tekad yang kuat,
dia berhasil menyelesaikan cerpen berjudul "Sahabat Kecilku". Cerpen
ini ditulis dalam ajang Lomba Menulis Cerpen Tingkat SMA/K/MA Provinsi Banten.
FRIENDZONE
Karya Indi Imaniya
Aku
tidak pernah percaya jatuh cinta pada pandangan pertama karena cinta hanya bisa
tumbuh seiring banyaknya waktu yang dihabiskan bersama dengan seseorang.
Kali
ini aku
mengalaminya sendiri. Namun, terlalu takut untuk mengatakan isi hati padanya.
***
Perempuan
itu bernama Rembulan. Seperti namanya, rembulan dekat, tapi terasa jauh sekali.
"Kenapa
namamu Rembulan, bukankah rembulan itu salah satu nama benda di luar
angkasa?" tanya Gabriel pada Rembulan.
"Ayahku
bilang, beliau mengagumi rembulan. Karena rasa kagumnya itu beliau memberiku
nama Rembulan," jelas Rembulan padanya.
"Memang,
sih, cahaya rembulan itu indah, tapi tidak dengan jaraknya. Rembulan sulit
digapai," ucapnya.
Rembulan
mendekati Gabriel. Jarak keduanya sangat dekat antara wajah dengan wajah.
"Bulan terasa jelas dan keberadaannya selalu dapat terdeteksi. Sebanyaknya
hal baik yang dia berikan pada orang-orang di sekitarnya, bulan bersinar dengan
caranya sendiri. Sulit untuk tidak menyukai bulan, banyak yang mengaguminya
dari dekat dan jauh."
"Oh,
begitu. Baiklah,"
Gabriel menutup obrolan.
***
Gabriel
dan Bulan adalah teman sejak SD hingga SMA. Mereka
begitu dekat dan akrab. Beberapa orang kerap
kali salah paham, mengira Gabriel adalah kekasih Bulan.
"Hai,
guys, nama gue Bulan. Gue mau bilanb ke kalian semua kalau antara gue dan
Gabriel hanya sebatas sahabat, bukan sepasang kekasih. Plis, jangan lagi
bilang gue kekasihnya," Bulan menepis ucapan beberapa orang dengan keras.
Gabriel
membungkam mulut Bulan dengan tangannya. "Malu, Lan."
"Biarin.
Biar mereka tahu kalau kita cuma berteman." Bulan melepas paksa tangan
Gabriel yang masih menutup mulut.
Bisikan-bisikan
kecil terdengar di telinga mereka. Ada yang tidak mempercayai hal itu, juga ada
yang mendukung untuk berpacaran.
***
Bulan
adalah gadis yang cerdas, anggun, mudah beradaptasi di tempat baru, dan ramah
sekali. Bulan kuliah di Yogyakarta. Sementara Gabriel,
kuliah di Jakarta. Meskipun jauh mereka tetap berbagi kabar
dan saling mengunjungi saat liburan semester.
"Gimana
libur kuliah kali ini, mau liburan ke mana?" tanya Gabriel melalui pesan
WhatsApp.
"Aku
bingung, Briel," balas Bulan dengan singkat.
"Besok
aku ajak kamu ke suatu tempat. Kamu siap-siap aja. Jam sembilan aku ke rumah
kamu. Dandan yang cantik, ya." Gabriel memberikan gombalan kecil kepada
Bulan.
Keesokan
harinya Gabriel datang menggunakan mobil sport. Berpakaian kaos dan
celana pendek berwarna hitam. Kacamata hitam pun berada dalam genggamannya.
Menambah kesan gagah dalam dirinya.
"Kita
mau ke mana?" tanya Bulan penasaran.
"Huusstt...."
Gabriel menutup mulut Bulan dengan satu jari telunjuknya. Sedangkan Bulan,
mengembangkan mulut karena kesal.
"Sebenarnya
kita mau ke mana, Briel?" tanya Bulan kembali.
"Aku
mau ngajak kamu ke suatu tempat, dan aku yakin kamu menyukainya," ucap Gabriel
dengan
tenang.
Bulan
sangat antusias ketika mendengar jawaban dari Gabriel. "Kita mau ke mall
kah? Aku suka ke mall. Thank you."
Dia
hanya tersenyum melihat tingkah lucu Bulan.
Beberapa saat kemudian, mereka sampai
di mall yang tidak begitu jauh dari rumah Bulan.
"Silakan, Nona. Kamu bebas pilih
apapun yang kamu mau." Gabriel kembali usil kepada Bulan. Kemudian,
tertawa kecil.
"Malu, Briel, malu. Jangan
gitu," ucap Bulan.
Langkah kaki Gabriel perlahan mulai
pelan. Dia mempersilakan Bulan untuk jalan lebih dulu di depannya.
"Aku mau beli es cream terenak di
mall ini, ya. Ada di lantai tiga." Baru berjalan beberapa langkah, Bulan
memalingkan wajahnya ke Gabriel.
"It's okey, Lan,"
jawabnya.
Hanya beberapa menit mereka berada di
dalam mall tersebut. Setelah itu, mereka beranjak keluar. Rupanya Gabriel bukan
hanya mengajak Bulan ke mall. Tetapi, ke tempat lain yang belum begitu dikenal
orang banyak. Sontak saja mata Bulan terbelalak melihat keindahan tempat
tersebut.
***
Beberapa
tahun kemudian, Bulan menikah. Namun, bukan dengan Gabriel.
Tetapi, dengan teman kuliahnya. Bulan yang cantik dibalut gaun putih yang indah
dan tersenyum. Terlihat deretan gigi putihnya yang rapi. Bulan begitu bahagia.
"Aku
sadar Rembulan memang terlalu jauh untuk bisa aku
gapai," ucap Gabriel dalam hati.
"Gabriel, seseorang
yang selalu ada dalam hidup aku. Peran kamu
bukan hanya sebagai sahabat, tapi lebih dari itu. Bagaimana
mungkin aku
bisa menetap dan berada di samping kamu
dalam waktu yang begitu lama? Aku sangat menyayangi kamu." Bulan meneteskan air mata
kesedihan di hadapannya.
Dia meraih kedua tangan Bulan. "Betapa pun
kamu
selalu ada di
samping aku."
Sudut
matanya yang tajam,
alisnya yang tebal, rahangnya
yang tegas,
bagaimana dia terlihat sebegitu rupawannya? Aneh! Dia
itu pemalas dan ogah-ogahan dalam belajar. Namun,
dia
cerdas.
“Bagaimana
bisa dia
pemalas, tapi cerdas? Itulah
Gabriel,“ ucap Bulan dalam hati.
Peringkatnya
tidak pernah menonjol. Namun, di garis
akhir dia melejit dari peringkat ke-28 menjadi peringkat ke-3
di kelas.
Kelas 12 semester awal, dia
begitu bersinar di kelas. Ya, Bulan pun
tahu.
Dia itu popular
dengan wajah rupawannya dan jago dalam bidang olahraga.
Yang
paling menyebalkan
adalah ketika rumor bahwa Gabriel adalah kekasih Bulan
mencuat.
Bulan terlihat tidak senang, beberapa
kali Bulan
membuang
muka ketika tidak sengaja saling bertemu dengan
orang-orang.
Segera Bulan
bantah habis-habisan di depan kelas, seperti orang bodoh. Bulan
menjelaskan
di kelas dengan lantang kalau mereka
hanya sebatas sahabat. Namun, hati
Bulan
sakit.
“Dapatkah
aku
bersanding dengan Gabriel?” Bulan
hanya melintasi Gabriel.
***
Gabriel
diterima di
universitas ternama di Jakarta, sedangkan
Bulan
diterima di
universitas ternama di Jogja. Untuk
pertama kali dalam hidup. Inilah saat di mana
Bulan tidak bersama dengannya.
“Aku
jatuh cinta pada sahabatku sendiri, tapi aku tidak bisa mengatakannya,"
gerutu Bulan.
Lalu, datanglah
Nawasena, teman Bulan di
kampus.
Bulan dan Sena hanya sebatas teman. Namun, entah
bagaimana Sena
selalu berusaha terlibat tentang hal apapun dengan cara yang unik?!
"Bagaimana cerita hari ini,
menyenangkan atau justru sebaliknya?" tanya Sena ketika berada di kantin
kampus.
"Lelah," ucap Bulan.
"Kenapa? Apa ada hal yang kamu
pikirkan, Lan? Ceritalah!" Dengan senang hati Sena memberikan ruang untuk
Bulan bercerita.
"Capek kuliah, pengen nikah
aja," Bulan terkekeh.
"Ayo, nikah sama aku," sambar
Sena dengan cepat.
"Gila, lho, ya," Bulan
kembali tertawa.
"Aku
ingin
menjadikan
kamu sebagai pendamping hidup," ucap Sena serius.
Semuanya berawal dari gombalan, dan
berujung pernikahan. Bulan dan Sena menikah setelah lulus kuliah.
“Tentunya
sulit sekali untuk membuka hati. Namun, sepertinya
hanya Sena
yang dapat membuat aku berpaling dari Gabriel. Maka
dari itu,
aku menerimanya dan hari ini adalah hari pernikahan
kami,"
ucap Bulan.
Ada
Gabriel,
duduk di bangku pertama, Bulan
tersenyum padanya dan berbisik. "Terima kasih.
Aku menyambut cinta yang baru."
Gabriel
membalas senyuman Bulan sambil melambaikan tangan pertanda sebuah perpisahan.
Dia kembali menjalani hidup tanpa sosok teman di sampingnya. Berkarir di
Jakarta menjadi pilihan hidupnya.
Bahagia
selalu ...
Bionarasi
Namaku
Indi Imaniya, salah satu siswa di SMK Informatika Sukma Mandiri Cilegon. Usiaku
16 tahun. Aku suka membaca dan menulis. Ini tulisan pertamaku yang akan
diikutsertakan dalam Lomba Menulis Cerpen Tingkat SMA/K/MA Provinsi Banten.
Harapanku semoga cerpen ini menjadi cerpen pilihan dalam lomba. Aamiin ...