FRIENDZONE
Karya Indi Imaniya
Aku
tidak pernah percaya jatuh cinta pada pandangan pertama karena cinta hanya bisa
tumbuh seiring banyaknya waktu yang dihabiskan bersama dengan seseorang.
Kali
ini aku
mengalaminya sendiri. Namun, terlalu takut untuk mengatakan isi hati padanya.
***
Perempuan
itu bernama Rembulan. Seperti namanya, rembulan dekat, tapi terasa jauh sekali.
"Kenapa
namamu Rembulan, bukankah rembulan itu salah satu nama benda di luar
angkasa?" tanya Gabriel pada Rembulan.
"Ayahku
bilang, beliau mengagumi rembulan. Karena rasa kagumnya itu beliau memberiku
nama Rembulan," jelas Rembulan padanya.
"Memang,
sih, cahaya rembulan itu indah, tapi tidak dengan jaraknya. Rembulan sulit
digapai," ucapnya.
Rembulan
mendekati Gabriel. Jarak keduanya sangat dekat antara wajah dengan wajah.
"Bulan terasa jelas dan keberadaannya selalu dapat terdeteksi. Sebanyaknya
hal baik yang dia berikan pada orang-orang di sekitarnya, bulan bersinar dengan
caranya sendiri. Sulit untuk tidak menyukai bulan, banyak yang mengaguminya
dari dekat dan jauh."
"Oh,
begitu. Baiklah,"
Gabriel menutup obrolan.
***
Gabriel
dan Bulan adalah teman sejak SD hingga SMA. Mereka
begitu dekat dan akrab. Beberapa orang kerap
kali salah paham, mengira Gabriel adalah kekasih Bulan.
"Hai,
guys, nama gue Bulan. Gue mau bilanb ke kalian semua kalau antara gue dan
Gabriel hanya sebatas sahabat, bukan sepasang kekasih. Plis, jangan lagi
bilang gue kekasihnya," Bulan menepis ucapan beberapa orang dengan keras.
Gabriel
membungkam mulut Bulan dengan tangannya. "Malu, Lan."
"Biarin.
Biar mereka tahu kalau kita cuma berteman." Bulan melepas paksa tangan
Gabriel yang masih menutup mulut.
Bisikan-bisikan
kecil terdengar di telinga mereka. Ada yang tidak mempercayai hal itu, juga ada
yang mendukung untuk berpacaran.
***
Bulan
adalah gadis yang cerdas, anggun, mudah beradaptasi di tempat baru, dan ramah
sekali. Bulan kuliah di Yogyakarta. Sementara Gabriel,
kuliah di Jakarta. Meskipun jauh mereka tetap berbagi kabar
dan saling mengunjungi saat liburan semester.
"Gimana
libur kuliah kali ini, mau liburan ke mana?" tanya Gabriel melalui pesan
WhatsApp.
"Aku
bingung, Briel," balas Bulan dengan singkat.
"Besok
aku ajak kamu ke suatu tempat. Kamu siap-siap aja. Jam sembilan aku ke rumah
kamu. Dandan yang cantik, ya." Gabriel memberikan gombalan kecil kepada
Bulan.
Keesokan
harinya Gabriel datang menggunakan mobil sport. Berpakaian kaos dan
celana pendek berwarna hitam. Kacamata hitam pun berada dalam genggamannya.
Menambah kesan gagah dalam dirinya.
"Kita
mau ke mana?" tanya Bulan penasaran.
"Huusstt...."
Gabriel menutup mulut Bulan dengan satu jari telunjuknya. Sedangkan Bulan,
mengembangkan mulut karena kesal.
"Sebenarnya
kita mau ke mana, Briel?" tanya Bulan kembali.
"Aku
mau ngajak kamu ke suatu tempat, dan aku yakin kamu menyukainya," ucap Gabriel
dengan
tenang.
Bulan
sangat antusias ketika mendengar jawaban dari Gabriel. "Kita mau ke mall
kah? Aku suka ke mall. Thank you."
Dia
hanya tersenyum melihat tingkah lucu Bulan.
Beberapa saat kemudian, mereka sampai
di mall yang tidak begitu jauh dari rumah Bulan.
"Silakan, Nona. Kamu bebas pilih
apapun yang kamu mau." Gabriel kembali usil kepada Bulan. Kemudian,
tertawa kecil.
"Malu, Briel, malu. Jangan
gitu," ucap Bulan.
Langkah kaki Gabriel perlahan mulai
pelan. Dia mempersilakan Bulan untuk jalan lebih dulu di depannya.
"Aku mau beli es cream terenak di
mall ini, ya. Ada di lantai tiga." Baru berjalan beberapa langkah, Bulan
memalingkan wajahnya ke Gabriel.
"It's okey, Lan,"
jawabnya.
Hanya beberapa menit mereka berada di
dalam mall tersebut. Setelah itu, mereka beranjak keluar. Rupanya Gabriel bukan
hanya mengajak Bulan ke mall. Tetapi, ke tempat lain yang belum begitu dikenal
orang banyak. Sontak saja mata Bulan terbelalak melihat keindahan tempat
tersebut.
***
Beberapa
tahun kemudian, Bulan menikah. Namun, bukan dengan Gabriel.
Tetapi, dengan teman kuliahnya. Bulan yang cantik dibalut gaun putih yang indah
dan tersenyum. Terlihat deretan gigi putihnya yang rapi. Bulan begitu bahagia.
"Aku
sadar Rembulan memang terlalu jauh untuk bisa aku
gapai," ucap Gabriel dalam hati.
"Gabriel, seseorang
yang selalu ada dalam hidup aku. Peran kamu
bukan hanya sebagai sahabat, tapi lebih dari itu. Bagaimana
mungkin aku
bisa menetap dan berada di samping kamu
dalam waktu yang begitu lama? Aku sangat menyayangi kamu." Bulan meneteskan air mata
kesedihan di hadapannya.
Dia meraih kedua tangan Bulan. "Betapa pun
kamu
selalu ada di
samping aku."
Sudut
matanya yang tajam,
alisnya yang tebal, rahangnya
yang tegas,
bagaimana dia terlihat sebegitu rupawannya? Aneh! Dia
itu pemalas dan ogah-ogahan dalam belajar. Namun,
dia
cerdas.
“Bagaimana
bisa dia
pemalas, tapi cerdas? Itulah
Gabriel,“ ucap Bulan dalam hati.
Peringkatnya
tidak pernah menonjol. Namun, di garis
akhir dia melejit dari peringkat ke-28 menjadi peringkat ke-3
di kelas.
Kelas 12 semester awal, dia
begitu bersinar di kelas. Ya, Bulan pun
tahu.
Dia itu popular
dengan wajah rupawannya dan jago dalam bidang olahraga.
Yang
paling menyebalkan
adalah ketika rumor bahwa Gabriel adalah kekasih Bulan
mencuat.
Bulan terlihat tidak senang, beberapa
kali Bulan
membuang
muka ketika tidak sengaja saling bertemu dengan
orang-orang.
Segera Bulan
bantah habis-habisan di depan kelas, seperti orang bodoh. Bulan
menjelaskan
di kelas dengan lantang kalau mereka
hanya sebatas sahabat. Namun, hati
Bulan
sakit.
“Dapatkah
aku
bersanding dengan Gabriel?” Bulan
hanya melintasi Gabriel.
***
Gabriel
diterima di
universitas ternama di Jakarta, sedangkan
Bulan
diterima di
universitas ternama di Jogja. Untuk
pertama kali dalam hidup. Inilah saat di mana
Bulan tidak bersama dengannya.
“Aku
jatuh cinta pada sahabatku sendiri, tapi aku tidak bisa mengatakannya,"
gerutu Bulan.
Lalu, datanglah
Nawasena, teman Bulan di
kampus.
Bulan dan Sena hanya sebatas teman. Namun, entah
bagaimana Sena
selalu berusaha terlibat tentang hal apapun dengan cara yang unik?!
"Bagaimana cerita hari ini,
menyenangkan atau justru sebaliknya?" tanya Sena ketika berada di kantin
kampus.
"Lelah," ucap Bulan.
"Kenapa? Apa ada hal yang kamu
pikirkan, Lan? Ceritalah!" Dengan senang hati Sena memberikan ruang untuk
Bulan bercerita.
"Capek kuliah, pengen nikah
aja," Bulan terkekeh.
"Ayo, nikah sama aku," sambar
Sena dengan cepat.
"Gila, lho, ya," Bulan
kembali tertawa.
"Aku
ingin
menjadikan
kamu sebagai pendamping hidup," ucap Sena serius.
Semuanya berawal dari gombalan, dan
berujung pernikahan. Bulan dan Sena menikah setelah lulus kuliah.
“Tentunya
sulit sekali untuk membuka hati. Namun, sepertinya
hanya Sena
yang dapat membuat aku berpaling dari Gabriel. Maka
dari itu,
aku menerimanya dan hari ini adalah hari pernikahan
kami,"
ucap Bulan.
Ada
Gabriel,
duduk di bangku pertama, Bulan
tersenyum padanya dan berbisik. "Terima kasih.
Aku menyambut cinta yang baru."
Gabriel
membalas senyuman Bulan sambil melambaikan tangan pertanda sebuah perpisahan.
Dia kembali menjalani hidup tanpa sosok teman di sampingnya. Berkarir di
Jakarta menjadi pilihan hidupnya.
Bahagia
selalu ...
Bionarasi
Namaku
Indi Imaniya, salah satu siswa di SMK Informatika Sukma Mandiri Cilegon. Usiaku
16 tahun. Aku suka membaca dan menulis. Ini tulisan pertamaku yang akan
diikutsertakan dalam Lomba Menulis Cerpen Tingkat SMA/K/MA Provinsi Banten.
Harapanku semoga cerpen ini menjadi cerpen pilihan dalam lomba. Aamiin ...










0 comments:
Posting Komentar